....

Senin, 27 Agustus 2007

meluruskan sejarah lewat sastra

resensi ini dimuat di majalah TEMPO, edisi 52/XXXI 24 Februari 2003

Judul buku : Tapol
Pengarang : Ngarto Februana
Penerbit : Media Pressindo, Yogyakarta,
Cetakan : Pertama, September 2002
Tebal buku : Viii + 175 halaman..

TRAGEDI berdarah G30S adalah satu sejarah kelam bagi bangsa Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi trauma, menyimpan beribu kontroversi. Pemerintahan Soeharto telah banyak memanipulasi penulisan tentang peristiwa tragis itu untuk tujuan melegitimasi kekuasaannya.

Sekalipun berupa novel (sastra), penulis Ngarto Februana—alumni Fakultas Sastra UGM—seperti berkeras untuk meluruskan sejarah kelam itu. Bahkan dengan mengangkat kisah tentang sebuah keluarga Angkatan Udara yang pada 1965 kena operasi kalong.

Kardjono, sang ayah, ditahan selama 10 tahun tanpa proses peradilan. Lastri, istri Kardjono, yang sedang hamil tua ketika Kardjono ditangkap, hanya bisa mendengar kabar bahwa suaminya meninggal dan mayatnya dibuang ke laut. Harapan Lastri untuk hidup seakan musnah. Hanya demi kedua anaknya, Mirah dan Hernowo, ia akhirnya pulang kampung.

Lastri berjuang hidup di Yogya, membesarkan kedua anaknya sekaligus menghindari cap PKI. Ia menghapus jejak suaminya sehingga kedua anaknya kemudian bisa kuliah. Mirah, anak perempuannya, di kemudian hari justru menjadi seorang demonstran, dan setelah lulus menjadi aktivis LSM (lembaga swadaya masyarakat) yang mengurusi anak jalanan dan pemulung.

Jika ending novel ini tampak klise, justru ada kekuatan dari novel ini yang tak bisa dipandang dengan sebelah mata. Sebagai novel sejarah, novel ini seperti punya pretensi kuat untuk meluruskan sejarah G30S yang selama ini telah dimanipulasi oleh rezim Orde Baru. Untuk kepentingan itu pun, Ngarto, sang pengarang, menggunakan berbagai data dan referensi yang pernah terbit.

Akhirnya, jangan heran jika apa yang ditulis Ngarto lewat novel ini jelas saja berseberangan dengan sejarah G30S yang selama ini beredar dan telah dipahami banyak orang. Sebab, Ngarto memang ingin meluruskan kebenaran sejarah G30S itu, yang telah dimanipulasi, dan ia melakukannya lewat media sastra.

*) Nur Mursidi, peresensi dari IAIN Yogyakarta

Tidak ada komentar: